Kejahatan Dan Hukumnya Dalam UU

        Pembunuhan
    Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum.
    Pembunuhan biasanya dilatarbelakangi oleh bermacam-macam motif, misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela diri, dan sebagainya.
    Pembunuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Yang paling umum adalah dengan menggunakan senjata api atau senjata tajam. Pembunuhan dapat juga dapat dilakukan dengan menggunakan bahan peledak, seperti bom.
Macam-macam pembunuhan
Pembunuhan ada 3 macam, yaitu :
Membunuh dengan sengaja
Membunuh seperti di sengaja
Membunuh tersalah
Dasar hukum larangan membunuh
Membunuh adalah perbuatan yang dilarang dalam agama Islam, karena Islam menghormati dan melindungi hak hidup setiap manusia. Allah berfirman dalam Surah Al Isra :33 yang artinya
"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu alasan yang benar"
        Penganiayaan
Bab XX Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
(3) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
        Penculikkan
    Penculikan dalam undang-undang jenayah bererti mengambil seseorang tanpa kerelaan, biasanya bagi menahan tanpa kebenaran/tanpa menurut undang-undang yang sah. Ini mungkin dilakukan bagi tujuan wang tebusan atau langkah awal bagi jenayah lain, atau berkait dengan pertikaian penjagaan anak.
Bentuk penculikan :
- Penculikan pengantin adalah istilah yang digunakan secara bebas, merangkumi sebarang pengantin yang 'cilarikan' tanpa kehendak keluarganya, sungguhpun pengantin wanita sanggup mengahwini 'penculik'. Ia merupakan tradisi dikalangan sesetengah kaum nomad di Asia Tengah. Terdapat peningkatan di Kyrgystan sejak kejatuhan Soviet Union dan berikutan terhakisnya hak wanita.
- Penculikan Harimau ("Tiger kidnapping") merujuk kepada pengambilan tebusan bagi memaksa orang tersayang atau berkait dengan mangsa melakukan sesuatu, contoh. kanak-kanak diambil bagi memaksa pekedai membuka peti besi. Istilah ini berasal dari pemantauan awal, sebagaimana harimau memburu.
Penculikan masa kini
    Penculikan bagi tebusan adalah perkara biasa dipelbagai bahagian dunia masa kini, dan sesetengah bandar dan negara sering digambarkan sebagai "Ibunegara Penculikan Dunia." Pada 2007, gelaran itu kepunyaan Baghdad. Pada 2004, ia adalah Mexico, dan pada 2001 ia adalah Colombia. Haiti juga mengalami eningkatan penculikan sejak beberapa tahun lalu, sebagaimana sebahagian tertentu Afrika.
    Dimasa lalu, dan kini disesetengah bahagian dunia (seperti selatan Sudan), penculikan adalah cara biasa bagi mendapatkan hamba dan wang melalui tebusan. Pada masa baru-baru ini, penculikan dalam bentuk "shanghai" atau "Impressment" di mana orang diculik sebagai kelasi kapal dagang pada awal abad ke-19 sebagai pelaut, yang undang-undang anggap buruh tidak bebas ("unfree labour").
            Penegak Hukum di Indonesia
        Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami akses dari Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, lembaga berarti badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha. Lembaga juga berarti pola perilaku manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur dl suatu kerangka nilai yang relevan. Sedangkan penegak hukum diartikan sebagai petugas yang berhubungan dengan masalah peradilan.

    Berdasarkan arti Lembaga dan Penegak Hukum tersebut, maka Lembaga Penegak Hukum dapat diartikan sebagai organisasi dari petugas-petugas yang berhubungan dengan masalah peradilan.
    Walaupun definisi Lembaga Penegak Hukum tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan,  akan tetapi,  istilah “penegak hukum” dapat kita temui dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan penjelasannya yang berbunyi:

 “Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.”

Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (1): “Yang dimaksud dengan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum” adalah Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.”

    Selain frasa “penegak hukum” seperti dalam UU Advokat, terdapat pula istilah lain yang masih memiliki hubungan dengan istilah “penegak hukum” yang dapat ditemui dalam peraturan yang terpisah antara lain:

a.    Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia:
“Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”

b.  Pasal 101 ayat (6) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan penjelasannya: Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain.
Dalam penjelasannya disebutkan: Yang dimaksud dengan “aparat penegak hukum lain” dalam ayat ini antara lain aparat penegak hukum dari Kepolisian Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman, dan Kejaksaan Agung.

c.    Pasal 49 ayat (2) huruf i UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan penjelasannya: Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta bantuan aparat penegak hukum lain. Dalam penjelasannya: Yang dimaksud dengan "penegak hukum lain" antara lain kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan.

d.    Pasal 2 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi:
“Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.”

e.    Pasal 1 angka 8 PP No. 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja:
“Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya disingkat Satpol PP, adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.”

        Mengutip pemberitaan hukumonline dalam artikel DPR Setujui Perubahan Anggaran Penegak Hukum, disebutkan contoh lembaga penegak hukum antara lain Advokat, Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial.

        Sebenarnya lembaga penegak hukum tidak hanya terbatas pada lembaga-lembaga yang telah disebutkan sebelumnya (Kepolisian, KPK, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, Direktorat Jenderal Imigrasi, Kejaksaan, serta Satpol PP). Lembaga-lembaga tersebut dapat dikatakan sebagai penegak hukum bukan hanya karena memiliki kewenangan terkait proses Peradilan, tetapi juga karena memiliki kewenangan menangkap, memeriksa, mengawasi, atau menjalankan perintah undang-undang di bidangnya masing-masing.

        Dalam artian luas, masih ada beberapa lembaga lain yang memiliki kewenangan untuk mengatur, mengawasi dan melaksanakan perintah peraturan, antara lain:
a.    Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (lihat Pasal 74 sampai Pasal 92 UU No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan lihat pula Pasal 33 sampai Pasal 40 UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan UU No.39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai).

b.    Komisi Pengawas Persaingan Usaha (lihat Pasal 35 sampai Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat).

c.    Badan Pertanahan Nasional (lihat Pasal 3 Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia).

        Jadi, walaupun di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak disebutkan definisi dari Lembaga Penegak Hukum maupun Penegak Hukum, tetapi dalam peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa aparat dan lembaga yang dapat dikategorikan sebagai Lembaga Penegak Hukum.

3.    Mengenai apakah lembaga penegak hukum harus diatur melalui Undang-undang, dalam Pasal 10 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan(“UU 12/2011”), materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang berisi:
a.    pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.    perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
c.    pengesahan perjanjian internasional tertentu;
d.    tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
e.    pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat

    Keharusan suatu lembaga penegak hukum harus diatur dengan UU memang tidak secara jelas disebutkan. Namun, dari alasan-alasan yang disebutkan dalam Pasal 10 UU 12/2011, alasan “pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat” dapat saja menjadi dasar dibentuknya suatu Lembaga Penegak Hukum.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRODUKSI NASI GORENG PADA PEDAGANG NASI GORENG

descriptive,narrative,recount,report,procedure,advertisement,announcement,letter,invitation,brochure.

Data Flow Diagram (DFD)