Hak Asasi Manusia/HAM (makalah)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
Kemunculan aturan Hak Asasi Manusia sebagai mana wujud dari upaya penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh manusia. Hal ini karena muncul begitu banyaknya pelanggaran yang terjadi, seperti kekerasan, perbudakan, pembunuhan dan lain sebagainya baik yang dilakukan oleh individu ataupun negara.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian HAM?
b. Bagaimana sejarah HAM?
c. Sebutkan macam-macam HAM?
d. Bagaimana HAM di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian HAM
Berikut beberapa pengertian HAM (Hak Asasi Manusia) :
Teaching Human Right
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke
HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia. HAM adalah hak dasar setiap manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa; bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.
Prof. Dr. A. Gunawan Setiardja
HAM adalah hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, jadi hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia.[3]
UU no. 39 tahun 1999
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan di lindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia.
Dari beberapa pengertian mengenai HAM di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang bersifat kodrati sebagai anugerah Tuhan dan hak-hak itu harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh siapa pun. Penghormatan dan perlindungan terhadap HAM diwujudkan dengan menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan umum.
B. Sejarah HAM
Sejarah kelahiran HAM dimulai di Inggris. Bangsa Inggris memiliki tradisi perlawanan terhadap para raja yang berusaha untuk berkuasa secara mutlak.
Pada tahun 1215 kaum bangsawan memaksa Raja John untuk menerbitkan Magna Charta Libertatum (larangan penghukuman, penahanan, dan perampasan benda dengan sewenang-wenang).
Pada tahun 1679 terbit Habeas Corpus Act (orang yang ditahan harus dihadapkan pada hakim dalam waktu tiga hari dan diberitahu atas tuduhan apa Ia ditahan).
Pada tahun 1680 terbit Bill of Rights (Akta Deklarasi Hak dan Kebebasan Kawula dan Tatacara Suksesi Raja). Akta ini merupakan konstitusi modern pertama di dunia. Dalam akta tersebut ditegaskan bahwa raja tunduk kepada parrlemen, tidak dapat memungut pajak ataupun memiliki pasukan pada masa damai tanpa persetujuan parlemen, dan harus mengakui hak-hak parlemen. UU ini masih diskriminatif karena hanya mengakui hak kaum bangsawan (itu pun hanya laki-laki) .
Pada tahun 1680 terbit Bill of Rights (Akta Deklarasi Hak dan Kebebasan Kawula dan Tatacara Suksesi Raja). Akta ini merupakan konstitusi modern pertama di dunia. Dalam akta tersebut ditegaskan bahwa raja tunduk kepada parrlemen, tidak dapat memungut pajak ataupun memiliki pasukan pada masa damai tanpa persetujuan parlemen, dan harus mengakui hak-hak parlemen. UU ini masih diskriminatif karena hanya mengakui hak kaum bangsawan (itu pun hanya laki-laki
C. Macam-Macam HAM
Pandangan mengenai macam HAM sangatlah beragam. Perbedaan ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang atau kondisi negara asal para filsuf dan pakar HAM dan perkembangan zaman. Adapun hak asasi manusia mencakup beberapa bidang yaitu sebagai berikut :
D. HAM di Indonesia
1. Perkembangan HAM di Indonesia
1) Periode Sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
Perkembangan HAM di Indonesia muncul dengan lahirnya beberapa organisasi pergerakan nasional, antara lain Budi Utomo yang menyerukan kebebasan. Dalam konteks pemikiran HAM Budi Utomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun yang dimuat surat kabar Goeroe Desa.
Selanjutnya pemikiran HAM pada Perhimpunan Indonesia banyak dipengaruhi oleh para tokoh organisasi seperti Mohammad Hatta, Nazir Pamonjak, Ahmad Soebardjo, A. A. Maramis dsb. Pemikiran para tokoh tersebut lebih menitik beratkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
Kemudian Serikat Islam, organisasi kaum santri yang dipelopori oleh H. Agus Salim dan Abdul Muis, menekankan pada usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan diskriminasi sosial.
Sedangkan pemikiran HAM dalam pandangan Partai Komunis Indonesia sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak-hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu-isu yang berkenaan dengan alat produksi.
Pemikiran HAM yang paling menonjol pada Indische Partij yaitu pemikiran yang menekankan pada hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
Pemikiran HAM sebelum Indonesia merdeka juga terjadi dalam perdebatan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin di pihak lain. Perdebatan ini berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak dan untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak berkumpul, hak mengeluarkan pendapat, hak mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Dengan demikian gagasan pemikiran HAM di Indonesia telah menjadi perhatian besar dari para tokoh pergerakan bangsa dalam rangka penghormatan dan penegakan HAM, karena itu HAM di Indonesia mempunyai akar sejarah yang kuat.
2) Periode Setelah Kemerdekaan
a. Periode 1945-1950
Pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak untuk merdeka, berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, dan kebebasan menyampaikan pendapat terutama dalam parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar negara (konstitusi) yaitu UUD 1945. Komitmen terhadap HAM pada awal kemerdekaan sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Presiden tanggal 1 November 1945 yang menyatakan:
“... sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum bukti bahwa bagi kita cita-cita dan dasar kerakyatan itu benar-benar dasar dan pedoman penghidupan masyarakat dan negara kita. Mungkin sebagai akibat dari pemilihan itu pemerintah akan berganti dan UUD kita akan disempurnakan menurut kehendak rakyat yang terbanyak.”
Hal yang sangat penting kaitannya dengan HAM adalah dengan adanya perubahan mendasar dan signifikan terhadap sistem pemerintah dari sistem presidensil menjadi parlementer.
b. Periode 1950-1959
Pemikiran HAM pada periode ini mendapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan karena demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Menurut Prof. Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM :
1. Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi.
2. Adanya kebebasan pers.
3. Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas dan demokratis.
4. Kontrol parlemen oleh eksekutif.
5. Perdebatan HAM secara bebas dan demokratis.
c. Periode 1959-1966
Periode ini merupakan berakhirnya Demokrasi Liberal, digantikan oleh Demokrasi Terpimpin yang berpusat pada kekuasaan presiden Soekarno.
Melalui sistem Demokrasi Terpimpin kekuasaan terpaut pada presiden Soekarno. Presiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen dan bahkan sebaliknya. Akibat langsung dari model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak-hak asasi warga negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan dengan kebijakan pemerintah yang otoriter.
d. Periode 1966-1998
Sama halnya dengan Orde Lama, Orde Baru memandang HAM dan demokrasi sebagai produk barat yang individualistis dan bertentangan dengan prinsip gotong-royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia. Penolakan Orde Lama terhadap konsep universal HAM adalah :
1) HAM adalah produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya luhur bangsa Indonesia.
2) Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM yang tertuang dalam rumusan UUD 45.
3) Isu HAM sering kali digunakan oleh negara-negara Barat untuk memojokkan negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Pernyataan Orde Baru di atas tidak semuanya benar namun juga tidak semuanya salah.
Adapun pelanggaran HAM yang pernah dilakukan oleh Orde Baru yaitu di Tanjung Priok, Kedung Ombo, Lampung, Aceh.
Di tengah kuatnya peran negara,suara perjuangan HAM dilakukan oleh organisasi nonpemerintah dan LSM dan membuahkan hasil pada awal ‘90-an. Kuatnya tuntutan penegakan HAM dari kalangan masyarakat mengubah pendirian Orde Baru untuk bersikap lebih akomodatif terhadap tuntutan HAM, yang ditunjukkan dengan adanya ratifikasi terhadap tiga konvensi HAM :
o Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, melalui UU no. 7 tahun 1984.
o Konvensi Anti-Apartheid dalam olahraga melalui UU no. 48 tahun 1993.
o Konvensi Hak Anak melalui keppres no. 36 tahun 1990.
e. Periode Pasca Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia dengan berakhirnya Orde Baru di bawah kekuasaan rezim Soeharto. Pada tahun ini Soeharto digantikan oleh wakil presiden saat itu yaitu B.J. Habibie.
Pada pemerintahan Habibie perhatian pemerintah terhadap HAM mengalami perkembangan yang sangat signifikan, lahirnya Tap MPR no. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indikator keseriusan pemerintah dalam penegakan HAM.
Kesungguhan pemerintahan Habibie dalam perbaikan pelaksanaan Ham ditunjukkan dengan pencanangan program Ham yang dikenal dengan istilah Rencana Aksi Nasional HAM, pada Agustus 1998, yang bersandarkan pada 4 pilar yaitu:
1) Persiapan pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM
2) Diseminari dan pendidikan tentang HAM
3) Penentuan skala prioritas tentang HAM
4) Pelaksanaan isi perangkat Internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi melalui perundang-undangan Nasional.
Komitmen Pemerintah dalam penegakan HAM juga ditunjukkan dengan pengesahan UU HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian digabung dengan Departemen Hukum dan Perundang-undangan menjadi Departemen Kehakiman dan HAM. Pada tahun 2001, Indonesia juga menandatangani dua protokol hak anak yakni terkait perdagangan anak, prostitusi, dan pornografi anak, serta protokol yang terkait dengan keterlibatan anak dalam konflik bersenjata. Menyusul kemudian, pada tahun yang sama pemerintah membuat beberapa pengesahan UU di antaranya tentang perlindungan anak, penghapusan KDRT, dan penerbitan Keppres tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM Indonesia tahun2004-2009.
2. Perlindungan HAM di Indonesia
Catatan akhir tahun 2010 dibuat untuk menilai situasi penegakan Hak asasi Manusia (HAM) di Indonesia sepanjang 2010. Penilaian tersebut dilakukan dengan melihat sejauh mana Negara melakukan penghormatan (to respect), perlindungan (to protect) dan pemenuhan (to fulfil) terhadap hak asasi manusia di yurisdiksinya. Penghormatan mengandaikan adanya pengakuan aturan-aturan hukum atas hak asasi manusia. Sementara perlindungan mengandaikan adanya peran Negara secara aktif dalam melindungi setiap individu warganya dari ancaman kekerasan atau pelanggaran HAM. Sedangkan pemenuhan diartikan sebagai upaya Negara untuk menyediakan fasilitas dan akses bagi warganya untuk mendapatkan hak-haknya. Ukuran dari trias obligasi ini tidak semata-mata menghasilkan gambaran kuantitatif, namun juga kualitatif. Dari ketiga ukuran kewajiban ini KontraS menemukan bahwa pada 2010 Negara gagal memberikan perlindungan HAM terhadap warganya.
Hal ini bisa dilihat dari sejumlah situasi HAM yang khas yaitu :
1. Serangan terhadap Pekerja HAM dan Demokrasi .
2. Akuntabilitas Polisi Lemah .
3. Perlakuan buruk terhadap tahanan politik .
4. Kebebasan beragama, berkeyakinan, dan berekspresi masih terancam .
5. Kekerasan di Papua .
6. Memperpanjang impunitas atas pelanggaran berat HAM .
7. Kebijakan ‘HAM Luar Negeri’ Indonesia Masih Baik
8. Reformasi Institusi Keamanan Tidak Komprehensif
"Saat ini HAM di Indonesia telah mengalami pemajuan dalam perlindungan HAM"
Pemajuan dan perlindungan HAM telah menjadi salah satu program pemerintah sejalan dengan proses reformasi dan pemantapan kehidupan berdemokrasi yang sedang berlangsung. Bangsa Indonesia melalui wakil-wakilnya di MPR telah mengambil suatu sikap yang lebih tegas dalam rangka pemajuan dan perlindungan HAM dengan mengesahkan ketetapan No.XVII/MPR/1998 mengenai HAM yang memuat Piagam HAM, diikuti dengan perubahan kedua UUD 1945 yang memasukkan pasal-pasal yang secara rinci dan tegas mengatur tentang pemajuan dan perlindungan HAM. Untuk lebih melindungi dan memajukan HAM, Pemerintah telah mengesahkan Undang Undang HAM No.39 tahun 1999 dan Undang-Undang No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
Hingga saat ini Indonesia telah meratifikasi 4 dari 6 instrumen pokok HAM intemasional, yaitu Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan, Konvensi Hak Anak, Konvensi Menentang Penyiksaan clan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Indonesia telah pula menandatangani Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak dan Protokol Tambahan Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan. Indonesia saat ini sedang dalam proses meratifikasi Kovenan Intemasional Hak-Hak Sipil clan Politik dan Kovenan Intemasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Indonesia telah pula mengadopsi sejumlah peraturan untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak dari upaya-upaya trafiking yaitu dengan Undang-Undang No.32 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Keputusan Presiden No.59 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak, Keputusan Presiden No.87 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (PESKA) dan Keputusan Presiden No.88 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (P3A).
Dalam hal kelembagaan, Komisi Nasional HAM telah dibentuk pada tahun 1993 dengan Keputusan Presiden No.50 tahun 1993 yang kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang No.39 tahun 1999, Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan telah dibentuk pada tahun 1998 dengan Keputusan Presiden no.181 tahun 1998, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dibentuk pada tahun 2003 melalui Keputusan Presiden no. 77 tahun 2003.
Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden no.40 tahun 2004 telah mengesahkan Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) Indonesia Kedua tahun 2004 - 2009 yang merupakan kelanjutan dari RAN HAM Indonesia Pertama tahun 1998 - 2003.
RANHAM Indonesia disusun untuk menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan pemenuhan dan perlindungan HAM di Indonesia dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat-istiadat dan budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. RANHAM Indonesia juga dimaksudkan sebagai panduan dan rencana umum dengan kerangka waktu yang jelas untuk meningkatkan penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan HAM, termasuk untuk melindungi masyarakat yang rentan terhadap pelanggaran HAM. Kelompok rentan mendapat perlakuan khusus agar kepentingan mereka dapat terakomodasi dengan baik dalam pelaksanaan RANHAM tahun 2004-2009.
Enam program utama RANHAM Kedua tahun 2004 - 2009, yaitu:
1.Pembentukan dan penguatan institusi pelaksana RANHAM
2.Persiapan ratifikasi instrument HAM internasional
3.Persiapan harmonisasi peraturan perundang-undangan
4.Diseminasi dan pendidikan HAM
5.Penerapan norma dan standar HAM
6.Pemantauan, evaluasi clan pelaporan
Dibawah ini sudah saya siapkan beberapa Contoh Pelanggaran HAM Di
Indonesia beserta deskripsi singkatnya. Untuk lebih lengkapnya silahkan
lihat Contoh Pelanggaran HAM Di Indonesia dibawah ini.
1. Kasus Pembunuhan Munir
Munir Said Thalib bukan sembarang orang, dia adalah aktifis HAM yang
pernah menangani kasus-kasus pelanggaran HAM. Munir lahir di Malang, 8
Desember 1965. Munir pernah menangani kasus pelanggaran HAM di Indonesia
seperti kasus pembunuhan Marsinah, kasus Timor-Timur dan masih banyak
lagi. Munir meninggal pada tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat
Garuda Indonesia ketika ia sedang melakukan perjalanan menuju Amsterdam,
Belanda. Spekulasi mulai bermunculan, banyak berita yang mengabarkan
bahwa Munir meninggal di pesawat karena dibunuh, serangan jantung bahkan
diracuni. Namun, sebagian orang percaya bahwa Munir meninggal karena
diracuni dengan Arsenikum di makanan atau minumannya saat di dalam
pesawat. Kasus ini sampai sekarang masih belum ada titik jelas, bahkan
kasus ini telah diajukan ke Amnesty Internasional dan tengah diproses.
Pada tahun 2005, Pollycarpus Budihari Priyanto selaku Pilot Garuda
Indonesia dijatuhi hukuman 14 tahun penjara karena terbukti bahwa ia
merupakan tersangka dari kasus pembunuhan Munir, karena dengan sengaja
ia menaruh Arsenik di makanan Munir.
2. Pembunuhan Aktivis Buruh Wanita, Marsinah
Marsinah merupakan salah satu buruh yang bekerja di PT. Catur Putra
Surya (CPS) yang terletak di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Masalah
muncul ketika Marsinah bersama dengan teman-teman sesama buruh dari PT.
CPS menggelar unjuk rasa, mereka menuntut untuk menaikkan upah buruh
pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Dia aktif dalam aksi unjuk rasa buruh.
Masalah memuncak ketika Marsinah menghilang dan tidak diketahui oleh
rekannya, dan sampai akhirnya pada tanggal 8 Mei 1993 Marsinah ditemukan
meninggal dunia. Mayatnya ditemukan di sebuah hutan di Dusun Jegong,
Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur dengan tanda-tanda bekas
penyiksaan berat. Menurut hasil otopsi, diketahui bahwa Marsinah
meninggal karena penganiayaan berat.
3. Penculikan Aktivis 1997/1998
Salah satu kasus pelanggaran HAM di Indonesia yaitu kasus penculikan
aktivis 1997/1998. Kasus penculikan dan penghilangan secara paksa para
aktivis pro-demokrasi, sekitar 23 aktivis pro-demokrasi diculik.
Peristiwa ini terjadi menjelang pelaksanaan PEMILU 1997 dan Sidang Umum
MPR 1998. Kebanyakan aktivis yang diculik disiksa dan menghilang,
meskipun ada satu yang terbunuh. 9 aktivis dilepaskan dan 13 aktivis
lainnya masih belum diketahui keberadaannya sampai kini. Banyak orang
berpendapat bahwa mereka diculik dan disiksa oleh para anggota
militer/TNI. Kasus ini pernah ditangani oleh komisi HAM.
4. Penembakan Mahasiswa Trisakti
Kasus penembakan mahasiswa Trisakti merupakan salah satu kasus
penembakan kepada para mahasiswa Trisakti yang sedang berdemonstrasi
oleh para anggota polisi dan militer. Bermula ketika mahasiswa-mahasiswa
Universitas Trisakti sedang melakukan demonstrasi setelah Indonesia
mengalami Krisis Finansial Asia pada tahun 1997 menuntut Presiden
Soeharto mundur dari jabatannya. Peristiwa ini dikenal dengan Tragedi
Trisakti. Dikabarkan puluhan mahasiswa mengalami luka-luka, dan sebagian
meninggal dunia, yang kebanyakan meninggal karena ditembak peluru tajam
oleh anggota polisi dan militer/TNI. Kasus ini masuk dalam daftar
catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, dan pernah diproses.
5. Pembantaian Santa Cruz/Insiden Dili
Kasus ini masuk dalam catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu
pembantaian yang dilakukan oleh militer atau anggota TNI dengan menembak
warga sipil di Pemakaman Santa Cruz, Dili, Timor-Timur pada tanggal 12
November 1991. Kebanyakan warga sipil yang sedang menghadiri pemakaman
rekannya di Pemakaman Santa Cruz ditembak oleh anggota militer
Indonesia. Puluhan demonstran yang kebanyakkan mahasiswa dan warga sipil
mengalami luka-luka dan bahkan ada yang meninggal. Banyak orang menilai
bahwa kasus ini murni pembunuhan yang dilakukan oleh anggota TNI dengan
melakukan agresi ke Dili, dan merupakan aksi untuk menyatakan
Timor-Timur ingin keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dan membentuk negara sendiri.
6. Peristiwa Tanjung Priok
Kasus ini murni pelanggaran HAM. Bermula ketika warga sekitar Tanjung
Priok, Jakarta Utara melakukan demonstrasi beserta kerusuhan yang
mengakibatkan bentrok antara warga dengan kepolisian dan anggota TNI
yang mengakibatkan sebagian warga tewas dan luka-luka. Peristiwa ini
terjadi pada tanggal 12 September 1984. Sejumblah orang yang terlibat
dalam kerusuhan diadili dengan tuduhan melakukan tindakan subversif,
begitu pula dengan aparat militer, mereka diadili atas tuduhan melakukan
pelanggaran hak asasi manusia pada peristiwa tersebut. Peristiwa ini
dilatar belakangi masa Orde Baru.
7. Pembantaiaan Rawagede
Peristiwa ini merupakan pelanggaran HAM berupa penembakan beserta
pembunuhan terhadap penduduk kampung Rawagede (sekarang Desa Balongsari,
Rawamerta, Karawang, Jawa Barat) oleh tentara Belanda pada tanggal 9
Desember 1947 diringi dengan dilakukannya Agresi Militer Belanda I.
Puluhan warga sipil terbunuh oleh tentara Belanda yang kebanyakan
dibunuh tanpa alasan yang jelas. Pada 14 September 2011, Pengadilan Den
Haag menyatakan bahwa pemerintah Belanda bersalah dan harus bertanggung
jawab. Pemerintah Belanda harus membayar ganti rugi kepada para keluarga
korban pembantaian Rawagede.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
Kemunculan aturan Hak Asasi Manusia sebagai mana wujud dari upaya penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh manusia. Hal ini karena muncul begitu banyaknya pelanggaran yang terjadi, seperti kekerasan, perbudakan, pembunuhan dan lain sebagainya baik yang dilakukan oleh individu ataupun negara.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian HAM?
b. Bagaimana sejarah HAM?
c. Sebutkan macam-macam HAM?
d. Bagaimana HAM di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian HAM
Berikut beberapa pengertian HAM (Hak Asasi Manusia) :
Teaching Human Right
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke
HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia. HAM adalah hak dasar setiap manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa; bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.
Prof. Dr. A. Gunawan Setiardja
HAM adalah hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, jadi hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia.[3]
UU no. 39 tahun 1999
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan di lindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia.
Dari beberapa pengertian mengenai HAM di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang bersifat kodrati sebagai anugerah Tuhan dan hak-hak itu harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh siapa pun. Penghormatan dan perlindungan terhadap HAM diwujudkan dengan menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan umum.
B. Sejarah HAM
Sejarah kelahiran HAM dimulai di Inggris. Bangsa Inggris memiliki tradisi perlawanan terhadap para raja yang berusaha untuk berkuasa secara mutlak.
Pada tahun 1215 kaum bangsawan memaksa Raja John untuk menerbitkan Magna Charta Libertatum (larangan penghukuman, penahanan, dan perampasan benda dengan sewenang-wenang).
Pada tahun 1679 terbit Habeas Corpus Act (orang yang ditahan harus dihadapkan pada hakim dalam waktu tiga hari dan diberitahu atas tuduhan apa Ia ditahan).
Pada tahun 1680 terbit Bill of Rights (Akta Deklarasi Hak dan Kebebasan Kawula dan Tatacara Suksesi Raja). Akta ini merupakan konstitusi modern pertama di dunia. Dalam akta tersebut ditegaskan bahwa raja tunduk kepada parrlemen, tidak dapat memungut pajak ataupun memiliki pasukan pada masa damai tanpa persetujuan parlemen, dan harus mengakui hak-hak parlemen. UU ini masih diskriminatif karena hanya mengakui hak kaum bangsawan (itu pun hanya laki-laki) .
Pada tahun 1680 terbit Bill of Rights (Akta Deklarasi Hak dan Kebebasan Kawula dan Tatacara Suksesi Raja). Akta ini merupakan konstitusi modern pertama di dunia. Dalam akta tersebut ditegaskan bahwa raja tunduk kepada parrlemen, tidak dapat memungut pajak ataupun memiliki pasukan pada masa damai tanpa persetujuan parlemen, dan harus mengakui hak-hak parlemen. UU ini masih diskriminatif karena hanya mengakui hak kaum bangsawan (itu pun hanya laki-laki
C. Macam-Macam HAM
Pandangan mengenai macam HAM sangatlah beragam. Perbedaan ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang atau kondisi negara asal para filsuf dan pakar HAM dan perkembangan zaman. Adapun hak asasi manusia mencakup beberapa bidang yaitu sebagai berikut :
D. HAM di Indonesia
1. Perkembangan HAM di Indonesia
1) Periode Sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
Perkembangan HAM di Indonesia muncul dengan lahirnya beberapa organisasi pergerakan nasional, antara lain Budi Utomo yang menyerukan kebebasan. Dalam konteks pemikiran HAM Budi Utomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun yang dimuat surat kabar Goeroe Desa.
Selanjutnya pemikiran HAM pada Perhimpunan Indonesia banyak dipengaruhi oleh para tokoh organisasi seperti Mohammad Hatta, Nazir Pamonjak, Ahmad Soebardjo, A. A. Maramis dsb. Pemikiran para tokoh tersebut lebih menitik beratkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
Kemudian Serikat Islam, organisasi kaum santri yang dipelopori oleh H. Agus Salim dan Abdul Muis, menekankan pada usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan diskriminasi sosial.
Sedangkan pemikiran HAM dalam pandangan Partai Komunis Indonesia sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak-hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu-isu yang berkenaan dengan alat produksi.
Pemikiran HAM yang paling menonjol pada Indische Partij yaitu pemikiran yang menekankan pada hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
Pemikiran HAM sebelum Indonesia merdeka juga terjadi dalam perdebatan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin di pihak lain. Perdebatan ini berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak dan untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak berkumpul, hak mengeluarkan pendapat, hak mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Dengan demikian gagasan pemikiran HAM di Indonesia telah menjadi perhatian besar dari para tokoh pergerakan bangsa dalam rangka penghormatan dan penegakan HAM, karena itu HAM di Indonesia mempunyai akar sejarah yang kuat.
2) Periode Setelah Kemerdekaan
a. Periode 1945-1950
Pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak untuk merdeka, berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, dan kebebasan menyampaikan pendapat terutama dalam parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar negara (konstitusi) yaitu UUD 1945. Komitmen terhadap HAM pada awal kemerdekaan sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Presiden tanggal 1 November 1945 yang menyatakan:
“... sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum bukti bahwa bagi kita cita-cita dan dasar kerakyatan itu benar-benar dasar dan pedoman penghidupan masyarakat dan negara kita. Mungkin sebagai akibat dari pemilihan itu pemerintah akan berganti dan UUD kita akan disempurnakan menurut kehendak rakyat yang terbanyak.”
Hal yang sangat penting kaitannya dengan HAM adalah dengan adanya perubahan mendasar dan signifikan terhadap sistem pemerintah dari sistem presidensil menjadi parlementer.
b. Periode 1950-1959
Pemikiran HAM pada periode ini mendapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan karena demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Menurut Prof. Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM :
1. Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi.
2. Adanya kebebasan pers.
3. Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas dan demokratis.
4. Kontrol parlemen oleh eksekutif.
5. Perdebatan HAM secara bebas dan demokratis.
c. Periode 1959-1966
Periode ini merupakan berakhirnya Demokrasi Liberal, digantikan oleh Demokrasi Terpimpin yang berpusat pada kekuasaan presiden Soekarno.
Melalui sistem Demokrasi Terpimpin kekuasaan terpaut pada presiden Soekarno. Presiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen dan bahkan sebaliknya. Akibat langsung dari model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak-hak asasi warga negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan dengan kebijakan pemerintah yang otoriter.
d. Periode 1966-1998
Sama halnya dengan Orde Lama, Orde Baru memandang HAM dan demokrasi sebagai produk barat yang individualistis dan bertentangan dengan prinsip gotong-royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia. Penolakan Orde Lama terhadap konsep universal HAM adalah :
1) HAM adalah produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya luhur bangsa Indonesia.
2) Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM yang tertuang dalam rumusan UUD 45.
3) Isu HAM sering kali digunakan oleh negara-negara Barat untuk memojokkan negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Pernyataan Orde Baru di atas tidak semuanya benar namun juga tidak semuanya salah.
Adapun pelanggaran HAM yang pernah dilakukan oleh Orde Baru yaitu di Tanjung Priok, Kedung Ombo, Lampung, Aceh.
Di tengah kuatnya peran negara,suara perjuangan HAM dilakukan oleh organisasi nonpemerintah dan LSM dan membuahkan hasil pada awal ‘90-an. Kuatnya tuntutan penegakan HAM dari kalangan masyarakat mengubah pendirian Orde Baru untuk bersikap lebih akomodatif terhadap tuntutan HAM, yang ditunjukkan dengan adanya ratifikasi terhadap tiga konvensi HAM :
o Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, melalui UU no. 7 tahun 1984.
o Konvensi Anti-Apartheid dalam olahraga melalui UU no. 48 tahun 1993.
o Konvensi Hak Anak melalui keppres no. 36 tahun 1990.
e. Periode Pasca Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia dengan berakhirnya Orde Baru di bawah kekuasaan rezim Soeharto. Pada tahun ini Soeharto digantikan oleh wakil presiden saat itu yaitu B.J. Habibie.
Pada pemerintahan Habibie perhatian pemerintah terhadap HAM mengalami perkembangan yang sangat signifikan, lahirnya Tap MPR no. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indikator keseriusan pemerintah dalam penegakan HAM.
Kesungguhan pemerintahan Habibie dalam perbaikan pelaksanaan Ham ditunjukkan dengan pencanangan program Ham yang dikenal dengan istilah Rencana Aksi Nasional HAM, pada Agustus 1998, yang bersandarkan pada 4 pilar yaitu:
1) Persiapan pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM
2) Diseminari dan pendidikan tentang HAM
3) Penentuan skala prioritas tentang HAM
4) Pelaksanaan isi perangkat Internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi melalui perundang-undangan Nasional.
Komitmen Pemerintah dalam penegakan HAM juga ditunjukkan dengan pengesahan UU HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian digabung dengan Departemen Hukum dan Perundang-undangan menjadi Departemen Kehakiman dan HAM. Pada tahun 2001, Indonesia juga menandatangani dua protokol hak anak yakni terkait perdagangan anak, prostitusi, dan pornografi anak, serta protokol yang terkait dengan keterlibatan anak dalam konflik bersenjata. Menyusul kemudian, pada tahun yang sama pemerintah membuat beberapa pengesahan UU di antaranya tentang perlindungan anak, penghapusan KDRT, dan penerbitan Keppres tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM Indonesia tahun2004-2009.
2. Perlindungan HAM di Indonesia
Catatan akhir tahun 2010 dibuat untuk menilai situasi penegakan Hak asasi Manusia (HAM) di Indonesia sepanjang 2010. Penilaian tersebut dilakukan dengan melihat sejauh mana Negara melakukan penghormatan (to respect), perlindungan (to protect) dan pemenuhan (to fulfil) terhadap hak asasi manusia di yurisdiksinya. Penghormatan mengandaikan adanya pengakuan aturan-aturan hukum atas hak asasi manusia. Sementara perlindungan mengandaikan adanya peran Negara secara aktif dalam melindungi setiap individu warganya dari ancaman kekerasan atau pelanggaran HAM. Sedangkan pemenuhan diartikan sebagai upaya Negara untuk menyediakan fasilitas dan akses bagi warganya untuk mendapatkan hak-haknya. Ukuran dari trias obligasi ini tidak semata-mata menghasilkan gambaran kuantitatif, namun juga kualitatif. Dari ketiga ukuran kewajiban ini KontraS menemukan bahwa pada 2010 Negara gagal memberikan perlindungan HAM terhadap warganya.
Hal ini bisa dilihat dari sejumlah situasi HAM yang khas yaitu :
1. Serangan terhadap Pekerja HAM dan Demokrasi .
2. Akuntabilitas Polisi Lemah .
3. Perlakuan buruk terhadap tahanan politik .
4. Kebebasan beragama, berkeyakinan, dan berekspresi masih terancam .
5. Kekerasan di Papua .
6. Memperpanjang impunitas atas pelanggaran berat HAM .
7. Kebijakan ‘HAM Luar Negeri’ Indonesia Masih Baik
8. Reformasi Institusi Keamanan Tidak Komprehensif
"Saat ini HAM di Indonesia telah mengalami pemajuan dalam perlindungan HAM"
Pemajuan dan perlindungan HAM telah menjadi salah satu program pemerintah sejalan dengan proses reformasi dan pemantapan kehidupan berdemokrasi yang sedang berlangsung. Bangsa Indonesia melalui wakil-wakilnya di MPR telah mengambil suatu sikap yang lebih tegas dalam rangka pemajuan dan perlindungan HAM dengan mengesahkan ketetapan No.XVII/MPR/1998 mengenai HAM yang memuat Piagam HAM, diikuti dengan perubahan kedua UUD 1945 yang memasukkan pasal-pasal yang secara rinci dan tegas mengatur tentang pemajuan dan perlindungan HAM. Untuk lebih melindungi dan memajukan HAM, Pemerintah telah mengesahkan Undang Undang HAM No.39 tahun 1999 dan Undang-Undang No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
Hingga saat ini Indonesia telah meratifikasi 4 dari 6 instrumen pokok HAM intemasional, yaitu Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan, Konvensi Hak Anak, Konvensi Menentang Penyiksaan clan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Indonesia telah pula menandatangani Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak dan Protokol Tambahan Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan. Indonesia saat ini sedang dalam proses meratifikasi Kovenan Intemasional Hak-Hak Sipil clan Politik dan Kovenan Intemasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Indonesia telah pula mengadopsi sejumlah peraturan untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak dari upaya-upaya trafiking yaitu dengan Undang-Undang No.32 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Keputusan Presiden No.59 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak, Keputusan Presiden No.87 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (PESKA) dan Keputusan Presiden No.88 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (P3A).
Dalam hal kelembagaan, Komisi Nasional HAM telah dibentuk pada tahun 1993 dengan Keputusan Presiden No.50 tahun 1993 yang kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang No.39 tahun 1999, Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan telah dibentuk pada tahun 1998 dengan Keputusan Presiden no.181 tahun 1998, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dibentuk pada tahun 2003 melalui Keputusan Presiden no. 77 tahun 2003.
Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden no.40 tahun 2004 telah mengesahkan Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) Indonesia Kedua tahun 2004 - 2009 yang merupakan kelanjutan dari RAN HAM Indonesia Pertama tahun 1998 - 2003.
RANHAM Indonesia disusun untuk menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan pemenuhan dan perlindungan HAM di Indonesia dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat-istiadat dan budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. RANHAM Indonesia juga dimaksudkan sebagai panduan dan rencana umum dengan kerangka waktu yang jelas untuk meningkatkan penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan HAM, termasuk untuk melindungi masyarakat yang rentan terhadap pelanggaran HAM. Kelompok rentan mendapat perlakuan khusus agar kepentingan mereka dapat terakomodasi dengan baik dalam pelaksanaan RANHAM tahun 2004-2009.
Enam program utama RANHAM Kedua tahun 2004 - 2009, yaitu:
1.Pembentukan dan penguatan institusi pelaksana RANHAM
2.Persiapan ratifikasi instrument HAM internasional
3.Persiapan harmonisasi peraturan perundang-undangan
4.Diseminasi dan pendidikan HAM
5.Penerapan norma dan standar HAM
6.Pemantauan, evaluasi clan pelaporan
Dibawah ini sudah saya siapkan beberapa Contoh Pelanggaran HAM Di
Indonesia beserta deskripsi singkatnya. Untuk lebih lengkapnya silahkan
lihat Contoh Pelanggaran HAM Di Indonesia dibawah ini.
1. Kasus Pembunuhan Munir
Munir Said Thalib bukan sembarang orang, dia adalah aktifis HAM yang
pernah menangani kasus-kasus pelanggaran HAM. Munir lahir di Malang, 8
Desember 1965. Munir pernah menangani kasus pelanggaran HAM di Indonesia
seperti kasus pembunuhan Marsinah, kasus Timor-Timur dan masih banyak
lagi. Munir meninggal pada tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat
Garuda Indonesia ketika ia sedang melakukan perjalanan menuju Amsterdam,
Belanda. Spekulasi mulai bermunculan, banyak berita yang mengabarkan
bahwa Munir meninggal di pesawat karena dibunuh, serangan jantung bahkan
diracuni. Namun, sebagian orang percaya bahwa Munir meninggal karena
diracuni dengan Arsenikum di makanan atau minumannya saat di dalam
pesawat. Kasus ini sampai sekarang masih belum ada titik jelas, bahkan
kasus ini telah diajukan ke Amnesty Internasional dan tengah diproses.
Pada tahun 2005, Pollycarpus Budihari Priyanto selaku Pilot Garuda
Indonesia dijatuhi hukuman 14 tahun penjara karena terbukti bahwa ia
merupakan tersangka dari kasus pembunuhan Munir, karena dengan sengaja
ia menaruh Arsenik di makanan Munir.
2. Pembunuhan Aktivis Buruh Wanita, Marsinah
Marsinah merupakan salah satu buruh yang bekerja di PT. Catur Putra
Surya (CPS) yang terletak di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Masalah
muncul ketika Marsinah bersama dengan teman-teman sesama buruh dari PT.
CPS menggelar unjuk rasa, mereka menuntut untuk menaikkan upah buruh
pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Dia aktif dalam aksi unjuk rasa buruh.
Masalah memuncak ketika Marsinah menghilang dan tidak diketahui oleh
rekannya, dan sampai akhirnya pada tanggal 8 Mei 1993 Marsinah ditemukan
meninggal dunia. Mayatnya ditemukan di sebuah hutan di Dusun Jegong,
Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur dengan tanda-tanda bekas
penyiksaan berat. Menurut hasil otopsi, diketahui bahwa Marsinah
meninggal karena penganiayaan berat.
3. Penculikan Aktivis 1997/1998
Salah satu kasus pelanggaran HAM di Indonesia yaitu kasus penculikan
aktivis 1997/1998. Kasus penculikan dan penghilangan secara paksa para
aktivis pro-demokrasi, sekitar 23 aktivis pro-demokrasi diculik.
Peristiwa ini terjadi menjelang pelaksanaan PEMILU 1997 dan Sidang Umum
MPR 1998. Kebanyakan aktivis yang diculik disiksa dan menghilang,
meskipun ada satu yang terbunuh. 9 aktivis dilepaskan dan 13 aktivis
lainnya masih belum diketahui keberadaannya sampai kini. Banyak orang
berpendapat bahwa mereka diculik dan disiksa oleh para anggota
militer/TNI. Kasus ini pernah ditangani oleh komisi HAM.
4. Penembakan Mahasiswa Trisakti
Kasus penembakan mahasiswa Trisakti merupakan salah satu kasus
penembakan kepada para mahasiswa Trisakti yang sedang berdemonstrasi
oleh para anggota polisi dan militer. Bermula ketika mahasiswa-mahasiswa
Universitas Trisakti sedang melakukan demonstrasi setelah Indonesia
mengalami Krisis Finansial Asia pada tahun 1997 menuntut Presiden
Soeharto mundur dari jabatannya. Peristiwa ini dikenal dengan Tragedi
Trisakti. Dikabarkan puluhan mahasiswa mengalami luka-luka, dan sebagian
meninggal dunia, yang kebanyakan meninggal karena ditembak peluru tajam
oleh anggota polisi dan militer/TNI. Kasus ini masuk dalam daftar
catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, dan pernah diproses.
5. Pembantaian Santa Cruz/Insiden Dili
Kasus ini masuk dalam catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu
pembantaian yang dilakukan oleh militer atau anggota TNI dengan menembak
warga sipil di Pemakaman Santa Cruz, Dili, Timor-Timur pada tanggal 12
November 1991. Kebanyakan warga sipil yang sedang menghadiri pemakaman
rekannya di Pemakaman Santa Cruz ditembak oleh anggota militer
Indonesia. Puluhan demonstran yang kebanyakkan mahasiswa dan warga sipil
mengalami luka-luka dan bahkan ada yang meninggal. Banyak orang menilai
bahwa kasus ini murni pembunuhan yang dilakukan oleh anggota TNI dengan
melakukan agresi ke Dili, dan merupakan aksi untuk menyatakan
Timor-Timur ingin keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dan membentuk negara sendiri.
6. Peristiwa Tanjung Priok
Kasus ini murni pelanggaran HAM. Bermula ketika warga sekitar Tanjung
Priok, Jakarta Utara melakukan demonstrasi beserta kerusuhan yang
mengakibatkan bentrok antara warga dengan kepolisian dan anggota TNI
yang mengakibatkan sebagian warga tewas dan luka-luka. Peristiwa ini
terjadi pada tanggal 12 September 1984. Sejumblah orang yang terlibat
dalam kerusuhan diadili dengan tuduhan melakukan tindakan subversif,
begitu pula dengan aparat militer, mereka diadili atas tuduhan melakukan
pelanggaran hak asasi manusia pada peristiwa tersebut. Peristiwa ini
dilatar belakangi masa Orde Baru.
7. Pembantaiaan Rawagede
Peristiwa ini merupakan pelanggaran HAM berupa penembakan beserta
pembunuhan terhadap penduduk kampung Rawagede (sekarang Desa Balongsari,
Rawamerta, Karawang, Jawa Barat) oleh tentara Belanda pada tanggal 9
Desember 1947 diringi dengan dilakukannya Agresi Militer Belanda I.
Puluhan warga sipil terbunuh oleh tentara Belanda yang kebanyakan
dibunuh tanpa alasan yang jelas. Pada 14 September 2011, Pengadilan Den
Haag menyatakan bahwa pemerintah Belanda bersalah dan harus bertanggung
jawab. Pemerintah Belanda harus membayar ganti rugi kepada para keluarga
korban pembantaian Rawagede.
Komentar
Posting Komentar